ME
Follow Me
Tampilkan postingan dengan label Hiking. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label Hiking. Tampilkan semua postingan
Gardu di Puncak Cikuray
Hanya bisa mendengarkan perbincangan kawan-kawan disepanjang perjalanan menuju Garut, Jawa Barat. Katanya, Cikuray merupakan gunung yang kecil-kecil cabe rawit. Sepertinya ungkapan ini bukan hanya untuk Cikuray, melainkan gunung-gunung lainnya di Jawa Barat pun pantas disebut cabe rawit.

Saat itu malam hari, ah... dasar manusia kalong begitulah beberapa orang menyebut kami ni yang suka beraktivitas malam.

Setibanya dirumah Khavid, guwe langsung disambut hangat oleh Dedi dkk. Elu gak kenal Khavid? sama. Waktu itu juga guwe baru kenal dengan Khavid, saat datang kerumahnya atas instruksi si Dedi. Nah, klo Dedi guwe kenal, kawan SMK guwe.

Dari rumah Khavid kita menuju ke pasar Cibitung menggunakan mobil bak terbuka punya si Khavid (sepertinya). Kita patungan 15rb buat mobil baknya. Sesampainya disana, kita langsung cari supir truck sayur buat perjalanan menuju Garut, Jawa Barat. Setelah proses nego yang tampak klasik, disetujui tarif per orang adalah 35rb sampai pertigaan Garut. Singkat cerita, langsung cauw otw garut!

Begitulah, guwe hanya bisa mendengarkan perbincangan kawan-kawan disepanjang perjalanan menuju Garut.


Dalam perjalanan kali ini, guwe ditemenin sepupu. Namanya Ghea, say helo!

Yang mau kenalan, check kontaknya disini ^_^ atau disini

Sampai saat shubuh di Garut, Berrrrr, disini mulai terasa dingin. Diluar dugaan, saya fikir akan panas di Garut, ternyata benar-benar sejuk dan dingin. Ingat, ini bulan Maret Tahun 2015 dan saya berada pada pendakian kedua, huft... Benar-benar pemula.

Setelah istirahat sebentar, langsung cari mobil menuju ke basecamp pendakian Cikuray. Butuh waktu yang cukup lama menurut saya, untuk charter mobil saat itu. Dikarenakan harga yang sangat mahal dipatok oleh angkot-angkot sana. Ditambah, di Cikuray ternyata banyak mafia. Alias sudah dimonopoli, mobil-mobil pengangkut pendaki tidak boleh sembarang. Hanya orang-orang tertentu yang boleh bawa pendaki sampai ke basecamp.

Mobil Pribadi boleh. Angkot tidak boleh kecuali beberapa yang sudah kerja sama dengan si mafia ini.

Akibat monopoli itu, harganya jadi terlampau tinggi. Saat itu saya dikenakan tarif 35rb hampir sama dengan harga truck sayur, Bekasi-Garut.

Bahkan, dalam beberapa kejadian, jika kita asal carter angkot, kemungkinan angkot yang kita tumpangi tidak diperbolehkan naik sampai ke Basecamp (Pemancar). Dan terpaksa jalan kaki ke basecamp, dengan jarak yang terbilang lumayan.

Singkat-nya, kami pun dapat angkot di terminal garut untuk diantar sampai basecamp pemancar. Perjalanan menuju basecamp diawali dengan aspal yang cukup mulus, lalu dilanjutkan dengan jalan bebatuan khas ladang teh yang membuat kita seperti diblender dalam mobil angkot. Ditengah goyangan, mobil harus berhenti karena bertemu karcis masuk pendakian. Kalau saya tidak salah, waktu itu dikenakan biaya per orang = 30rb. Perjalanan dilanjutkan dan sampai di pemancar.

Saat itu saya hanya membawa HP Asus yang battery-nya terlampau payah, akibatnya tidak banyak foto yang dapa didokumentasikan -_-

Langsung cari sarapan, dibeliin nasi uduk & semur sama si Dedi -sosweet- wk. Kita pun sarapan bareng dengan total sebanyak 11 orang. Disambil dengan repacking tas & carrier.

Setelah siap, kami pun memulai pendakian.

  • Perjalanan sudah terasa berat padahal hanya melewati kebun teh dengan tanah yang berbentuk seperti tangga. Tapi jarak per anak tangganya cukup tinggi, inilah yang membuat kami terasa lelah.

  • Lalu, anda akan bertemu dengan tanah merah yang sangat licin. Biasa disebut dengan tanjakkan asoy, tanjakkan sakti atau tanjakkan ombing. -licin breh - tiati-

  • Setalah ini, medan seperti tak ada kata landai. Perjalanan dari pos-ke-pos berikutnya terasa semakin menyiksa. Dan....... hujaaaaaaan. Jas hujan mana, jas hujan.....





Hi...

Sedikit nervous... menjelang pendakian pertama. Suhu-nya cukup dingin, karena ini Desember 2014.

Perjalanan dimulai dari Bekasi menuju Taman Nasional Gunung Gede Pangrango. Dari Bekasi, naik bus P9B ke Kp. Rambutan. Setelah sampai, nyambung lagi naik bus PO Marita (yang ada tulisan via Puncak/Cibodas), dan minta diturunkan di pertigaan gunung gede (Kneg bus-nya udah tahu kok). Jika sudah turun dari bus, nyambung lagi pakai angkot dari pertigaan ke base camp (start pendakian).

Baru turun dari angkot, hujan langsung menyambut. Yaa..., begitulah Kota Hujan (Baca : Bogor).

Langsung cari warung buat numpang turu dan mangan dengan sedikit basah. Sholat, dan re-packing perlengkapan menjadi salah satu kegiatan yang harus dilakukan sebelum pendakian besok.

Makan nasgor dengan telur ceplok menjadi sarapan pagi ini, dengan cita rasa se-adanya dan kaya akan minyak goreng. Entah sudah berapa banyak minyak pagi ini yang masuk ke dalam tubuh saya, hhi. Yang terpenting setelah ini, semua akan dibakar menjadi energi yang bermanfaat.

Peregangan dilakukan dan berdoa mengawali pendakian 13 orang ini. Jalan melewati kantor TNGGP, ikuti jalan sampai ketemu pagar besi yg dipasang di pingggir dekat pos registrasi. Ikuti plang yg ada.

Sesampainya di pos registrasi, menyerahkan simaksi, checklist barang bawaan, dan pengarahan dari petugas.

Berikut pengarahan atau tips yang sebaiknya didengar :
1. Pendakian diharuskan menggunakan sepatu gunung
2. Minimal ada 1 orang yang berpengalaman naik gunung
3. Tidak boleh membawa senjata tajam
4. Tidak boleh vandal termasuk memetik tanaman
5. Tidak terburu-buru melakukan pendakian atau balapan sampai ke camp
6. Tidak meninggalkan temannya diperjalanan
7. Membawa turun sampah dan tidak membuangnya secara sembarangan
8. Hati-hati dan turun dengan selamat

Setelah semua selesai, kita diizinkan untuk memulai pendakian *cheers* .

Kabar baiknya, keadaan menuju shelter-shelter awal berupa tangga-tangga batu, sehingga kemungkinan tersesat sangat kecil. Tapi kabar buruknya, tangga seperti ini sangat beresiko cedera, untuk pendaki yang hanya mengandalkan sandal.

Setelah jalan cukup jauh (menurut pemula/saya), saya dapat melihat plang yang bertuliskan tentang deskripsi Telaga Biru yang dapat berubah dipengaruhi oleh tumbuhan alga dan blablabla. Rasanya capek sekali, padahal bila dihitung langkah, tidak lebih dari ratusan meter dari pos start pendakian. Istirahat dan memanfaatkan waktu dengan berfoto :)




Lanjut, mengikuti tangga yang ada dan tidak jauh dari Telaga Biru, kita akan bertemu persimpangan. Ke kiri menuju puncak, ke kanan menuju air terjun cibereum. Cauw ke kiri! Dan anda akan bertemu dengan jalanan yang berupa jembatan dari batang pohon yang disusun berirama.

Ternyata capee -__- sempatkan waktu untuk istirahat dengan alibi foto-foto :))



Selesai, jalan lagi.

Punggung mulai terasa pegal, betis terasa keram, dengkul terasaaa.... ah sudahlah, kalian akan tahu jika mencobanya sendiri :p. Entah hanya pemikiran saya saja atau yang lain juga, di gunung gede, hanya ada hutan yang sekilas tampak membosankan, dan jauh dari pemandangan indah. Memang hijau, karena daun berwarna hijau dan kebanyakan tanaman memang begitu.

Setengah jalan pun belum sampai.

Ada sebuah lapak kecil untuk berkemah sebelum bertemu dengan air terjun yang panas. Astagfirullah, om Ilham terpeleset dan alhamdulillah, masih mampu menyeimbangkan dan berpegangan dengan tali yang ada dipinggiran air terjun. Hampir celaka.

Setelah melewati air terjun, ada banyak orang berendam di air panas belerang ini, mereka tampak begitu menikmati airnya. Sudah sampai kandang batu, kawan-kawan memilih untuk beristirahat dan buang air. Lalu sisanya, menyiapkan tempat berteduh sementara dan memasak air hangat.

Tampak begitu lama istirahat kali ini, lalu perjalanan pun dilanjutkan menuju kandang badak, tempat yang ideal untuk nge camp.

Sampai kandang badak, meski sebelumnya sempat beberapa kali istirahat dan masak lagi, hhe. Di sini, ditulis singkat meski nyatanya tampak begitu lama karena kita menggunakan formasi 5-1-5.

5 menit = isitrahat
1 menit = jalan

wakakakak.

Ternyata sudah padat sekali, mungkin karena kita terlalu sore dan jalan terlalu lama. Pas Maghrib! Mulai mendirikan tenda tanpa penerangan. Mengeluarkan bahan makanan untuk dimasak dan wow, bahan makanannya tidak mencukupi. Memasak nasi pun tidak jadi alias "keletis". Pemula sekali saya nih...

Degger, hujan turun lagii....

Parit belum dibuat, flysheet tenda menempel dengan atap dalamnya, air mulai masuk, dan parahnya, tenda beridiri di atas tanah lunak dan itu berarti, jalur air. Ditambah lagi, udara disini sangat dingin menusuk ujung jari terutama.

Pagi pun tiba, malam yang begitu "Emejing" ditemani hujan dan kelaparan.

Perjalanan ke puncak Gede, setelah semua siap, sampah sudah dirapihkan, stock air cukup, dan berangkattt. Terasa lebih berat dari sebelumnya, dan baru beberapa saat, kita akan bertemu dengan simpang V. Kiri ke puncak Gede, kanan ke puncak Pangorango. Ambil kiri bous...


Beberapa orang pernah berucap :

"ngapain cape-cape naik, sampai pucuk, terus turun lagi?" sambil diiringi tawa.

Menurut saya, kalimat ini tidak adil jika dibandingkan dengan olahraga lainnya seperti futsal atau sepakbola. Kurang lebih jika disamakan, kalimatnya akan menjadi macam ni :

"ngapain bola cuma 1, terus direbutin, masukin ke gawang, terus diletakkan di tengah lapangan lagi, hanya untuk diperebutkan?" sambil menatap sinis.

Tujuan utamanya satu, olahraga demi kesehatan jasmani agar dapat menunjang rohani :v

------------------------------------------------- skip --------------------------------------------

Ini berawal dari rasa penasaran, lagi-lagi perasaan semacam ini kerap kali datang. Apakah saya arwah penasaran? hha, never mind. Rasa ingin tahu, apa si rasanya naik gunung? satu hal yang saya suka meski belum pernah naik gunung waktu itu adalah udara pegunungan. Dataran tinggi selalu khas dengan udara dingin nan sejuk, inilah poin awal yang saya tahu dari naik gunung.